Wednesday, June 18, 2008

Orang Jawa Saja

Saya bangga saya orang Jawa. Walaupun saya anak Jawa yang besar di kota, tapi somehow, I always feel the connection that keeps me feel attached to the royal Javanese heritage.. Seperti misalnya tadi saat saya pergi ke Magelang untuk mengembalikan formulir pendaftaran ITB di SMA Taruna Nusantara. Mata saya tidak berkedip menyapu seluruh pesona kota yang begitu kental nuansa jawa-nya,yang begitu bersih, sejuk, dan santun, yang memberikan kesan ramah menyilakan tamu-tamunya untuk datang dan menikmati masanya.. Budaya Jawa yang saya kenal betul. Budaya Jawa yang entah bagaimana saya bisa mendeskripsikannya.

Siang itu mendung di Magelang. Jalanan tetap ramai oleh kendaraan yang melaju dengan santun. Saya mengitari alun-alun. Satu kompi polisi sedang apel disana - suasana yang supernyaman untuk apel siang, saya pikir. Mobil yang saya tumpangi melewati suatu area parkir, dan tukang parkirnya serta-merta mengangguk tersenyum melihat kami lewat. Ramah sekali. Sungguh indah. Begitulah yang seharusnya berlaku dimanapun, saling sapa berbagi kehangatan kepada sesama.

Pada suatu warung tahu kupat khas kota Magelang di pojok jalan saya makan siang. Bangunannya kecil bersahaja, bercat hijau-kuning, apa adanya tapi bersih sekali. Si Ibu Penjual menawarkan dengan bahasa Jawa halus mau pesan apa, dan beberapa saat kemudian datang pesanan saya yang menggugah selera. Si Ibu tadi tersenyum melihat saya makan dengan lahap, dan seketika, tiba tamu baru. Pakaiannya mencolok mata - pasti dari kota, saya pikir. Kembali Si Ibu Penjual menawarkan dengan bahasa jawa halusnya mau pesan apa, tetapi belum sempat ibu itu menyelesaikan kalimatnya, Si Orang Kota memotong, "Pake bahasa Indonesia aja deh, ga ngerti, ga ngerti." Si Ibu penjual dengan air muka kecewa mengulangi perkataannya dengan Bahasa Indonesia. Dalam hati, saya juga kecewa.

Selagi saya menyelesaikan tahu kupat saya, datanglah seorang pengamen tua dengan ukulele. Saya mengamati bapak tua ini, mungkin usianya sudah 80-an tahun, memang tua sekali, tapi dengan kacamata hitam dan topi beret, dia terlihat semangat. Genjrang-genjreng dia memberikan intro lagunya kepada saya dan Si Orang Kota tadi. Serta-merta saya kaget ketika bapak itu selesai berintro dan mulai bernyanyi. Suaranya luar biasa indah. Menggelegar tapi jernih. Dengan aksen jawa yang eksotik, tentu saja, terlihat dia menyanyi dengan hati. Dia menyanyikan "Sepasang Mata Bola", mendayu-dayu indah... sempurna. Saya beri dia 5000. Kalau saja saya memberi 500 kepada pengamen di Metro Mini yang memekakkan telinga itu, maka bapak ini berhak 10 kali lipatnya. Senang, dia memberi saya bonus "Rayuan Pulau Kelapa". Ah, saya makin terhanyut..

Ketika semua selesai, saya keluar dari warung tersebut menuju mobil untuk melanjutkan perjalanan. Penasaran, saya mengintip plat mobil Si Orang Kota tadi. Benar saja, "B ---- XX". Tidak ingin saya kembali tinggal di Kota Jakarta.. Saya ingin menjadi orang Jawa saja.

2 comments:

Mas Hery said...

setuju,membaca cerita diatas,saya juga lebih milih ga mau jadi orang jakarta :D

Anonymous said...

O ini yg ngejadiin Dian jd berubah pandangan dengan tinggal di semarang...

Stuju...keangkuhan tidak akan berguna sama sekali..

" walk humbly, act justly, love tenderly "

-yuma-