Wednesday, June 25, 2008

It's a Two-sided World Afterall

Have you ever felt happy AND sad at the same time? Well, people refer it as "mixed-feeling", but I see it as the consequence of living in a two-sided world.

I'm excited. It's like, soo excited that I've been cutting off the first hours of my sleeping time at night day-dreaming about how college would be like and how it is to live in Bandung. In fact, I found myself getting out of the bed couple times and making lines of to-do lists. Maybe it's because Ive been so fed up with lazy days, and being a person who has more times than what she needs is actually not that easy. I remember when I was at school (OMG, I actually HAVE graduated), 24 hours a day didn't seem enough to be filled with various kinds of studying. You name it: catching up with physics, getting myself used to all kinds of math problems, memorizing all stuff for biology.. But now, having watched 2 titles of movies on DVD to start my day, I'm like, "It's not even noon yet. What else I should do to kill time?".. It's funny, huh? So I guess it's humane to be wanting B while you're having A, and once you get the B, you'll back want the A. Nevermind.

So, thinking about these particular things make my excitement lessen. First, I'll be attending college with my brother. The same city, the same school, the same major. YUCK! Please don't get me wrong. I have good relationship with my brother, I do. But to go to the same school with him is becoming a routine which makes me sick and tired by now. I went to the same kindergarten, same elementary school, same middle school, and yes, same high school, ladies and gentlemen (I can't help but sigh saying this). I can't imagine to have years to come with him for the umpteenth times of my life, God save me. (No offense to you, Adit if you're reading this, he he)

The other thing is, it's not fun to leave Semarang. Not after I'm all used to the city, the custom, the people, the language... to every single thing! I got to this point with much tears and hatred and energy, and now I have to leave it all behind. It is true that to say goodbye is always hard, no matter how often you've done it before. The brightside is, you learn more than many of the others.

So, now I have two choices of perspective to see things from. One, two, three.. I chose the first one. I've learned my lesson. Err, I think.

Sunday, June 22, 2008

Bitter-ish

KALAH TELAK memang pahit
Begitu pahitnya sampai kau rasa kau tak akan bisa bangkit
Kau kalah dengan tidak memberi perlawanan sengit
Kau biarkan musuhmu menggigit

Dengan tanganmu kau menyodorkan makanan pada musuhmu
"You didn't take it. I gave it to you"
Sungguh aku malu
Tak yakin apa semua ini dapat berlalu

Aku ingin memecahkan kepalaku sendiri
Atau membanting perabot kesana-kemari
Karena sakit yang ditimbulkannya adalah tak terperi
Aku iri

Aku sudah tertinggal amat jauh
Seakan kau berlayar saat aku berlabuh
Seakan kau memacu saat aku mengayuh
Seakan kau burung merak tapi aku cuma burung puyuh

Tapi bukankah ini suatu pelajaran
Bahwa justru dalam terjangan
Kau paling kuat bertahan
Karena kau tidak mau mudah dijemput kematian

June 17 2008

(Ha ha. So it was written after my brother scored better result on UAN than I did. I'm very competitive that I find every defeat bitter and kind of hard to deal with. Yes, I'm pathetic, everybody)

Wednesday, June 18, 2008

Orang Jawa Saja

Saya bangga saya orang Jawa. Walaupun saya anak Jawa yang besar di kota, tapi somehow, I always feel the connection that keeps me feel attached to the royal Javanese heritage.. Seperti misalnya tadi saat saya pergi ke Magelang untuk mengembalikan formulir pendaftaran ITB di SMA Taruna Nusantara. Mata saya tidak berkedip menyapu seluruh pesona kota yang begitu kental nuansa jawa-nya,yang begitu bersih, sejuk, dan santun, yang memberikan kesan ramah menyilakan tamu-tamunya untuk datang dan menikmati masanya.. Budaya Jawa yang saya kenal betul. Budaya Jawa yang entah bagaimana saya bisa mendeskripsikannya.

Siang itu mendung di Magelang. Jalanan tetap ramai oleh kendaraan yang melaju dengan santun. Saya mengitari alun-alun. Satu kompi polisi sedang apel disana - suasana yang supernyaman untuk apel siang, saya pikir. Mobil yang saya tumpangi melewati suatu area parkir, dan tukang parkirnya serta-merta mengangguk tersenyum melihat kami lewat. Ramah sekali. Sungguh indah. Begitulah yang seharusnya berlaku dimanapun, saling sapa berbagi kehangatan kepada sesama.

Pada suatu warung tahu kupat khas kota Magelang di pojok jalan saya makan siang. Bangunannya kecil bersahaja, bercat hijau-kuning, apa adanya tapi bersih sekali. Si Ibu Penjual menawarkan dengan bahasa Jawa halus mau pesan apa, dan beberapa saat kemudian datang pesanan saya yang menggugah selera. Si Ibu tadi tersenyum melihat saya makan dengan lahap, dan seketika, tiba tamu baru. Pakaiannya mencolok mata - pasti dari kota, saya pikir. Kembali Si Ibu Penjual menawarkan dengan bahasa jawa halusnya mau pesan apa, tetapi belum sempat ibu itu menyelesaikan kalimatnya, Si Orang Kota memotong, "Pake bahasa Indonesia aja deh, ga ngerti, ga ngerti." Si Ibu penjual dengan air muka kecewa mengulangi perkataannya dengan Bahasa Indonesia. Dalam hati, saya juga kecewa.

Selagi saya menyelesaikan tahu kupat saya, datanglah seorang pengamen tua dengan ukulele. Saya mengamati bapak tua ini, mungkin usianya sudah 80-an tahun, memang tua sekali, tapi dengan kacamata hitam dan topi beret, dia terlihat semangat. Genjrang-genjreng dia memberikan intro lagunya kepada saya dan Si Orang Kota tadi. Serta-merta saya kaget ketika bapak itu selesai berintro dan mulai bernyanyi. Suaranya luar biasa indah. Menggelegar tapi jernih. Dengan aksen jawa yang eksotik, tentu saja, terlihat dia menyanyi dengan hati. Dia menyanyikan "Sepasang Mata Bola", mendayu-dayu indah... sempurna. Saya beri dia 5000. Kalau saja saya memberi 500 kepada pengamen di Metro Mini yang memekakkan telinga itu, maka bapak ini berhak 10 kali lipatnya. Senang, dia memberi saya bonus "Rayuan Pulau Kelapa". Ah, saya makin terhanyut..

Ketika semua selesai, saya keluar dari warung tersebut menuju mobil untuk melanjutkan perjalanan. Penasaran, saya mengintip plat mobil Si Orang Kota tadi. Benar saja, "B ---- XX". Tidak ingin saya kembali tinggal di Kota Jakarta.. Saya ingin menjadi orang Jawa saja.

A Whole New Beginning. That Sounds Scary.

Well, I'm back! I decided to start blogging again after a good while.

I'm so ready for college but it's not starting until August, so I have time to spare.

"Saya tidak tahu apa yang ada di depan sana. Yang saya tahu adalah untuk memulainya. Saya membaca basmalah.."